Sid, satu-satunya anak yang selamat dari Holocaust, tumbuh besar dalam sebuah rumah tangga yang dihantui oleh rasa takut akan kehilangan dan kesedihan yang tiba tak terduga. Dia berjuang dengan rasa takut yang intens semenjak masa kanak-kanak.
Ayah Allan meninggal tidak usang sesudah sang anak berulang tahun yang ke 13; semenjak itu, Allan merasa tidak yakin mengenai dirinya, prihatin mengenai keamanannya di dalam dunia, dan cemas mengenai setiap insiden negatif tak terdua berikutnya yang mungkin akan terjadi.
Joanna ialah seorang anak yang gugup dan pemalu. Sekarang saat dewasa, ia masih terus merasa kewalahan dan was-was oleh banyak sekali aspek dari kehidupannya sehari-hari.
Seperti yang di isyaratkan oleh kisah-kisah ini, sebuah gaya hidup yang penuh ketakutan itu dapat muncul dari banyak sekali sumber. Terkadang, sumbernya ialah suatu situasi yang jelas, nyata, contohnya saat seorang anak terluka, mengalami trauma, dianiaya, atau ditelantarkan.
Di saat lain, rasa takut tiba melalui rute lain, contohnya penyakit fisik atau emosional, kesulitan finansial yang dialami orang tua, atau kehilangan seseorang yang mempunyai relasi dekat alasannya ialah perceraian atau kematian. Temperamen bawaan lahir, juga, dapat memperkuat kondisi-kondisi lingkungan.
Tujuan utama dari goresan pena ini ialah memperlihatkan banyak sekali cara untuk mengubah suatu gaya hidup yang penuh rasa takut. Tapi untuk memahami jalan keluar dari rasa takut, penting juga untuk memahami jalan masuknya.
Asal Mula Suatu Gaya Hidup Penuh Ketakutan
Tidak ada satu penyebab khusus untuk suatu gaya hidup yang penuh dengan ketakutan. Ada beberapa jenis faktor—bahkan faktor-faktor yang berlawanan secara diametris—yang dapat sangat berkontribusi pada suatu kepribadian yang penakut. Berikut ini beberapa faktor yang paling penting:
1. Kejadian-kejadian dari Masa Kecil: Kehilangan dan Trauma
Dari banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap suatu gaya hidup ketakutan, yang paling berpengaruh ialah pengalaman hidup yang tragis atau traumatis.
Trauma fisik atau emosional dapat sangat merusak pemahaman seseorang mengenai dunia sebagai suatu kawasan yang aman. Salah satu dampak dari mengalami insiden tersebut ialah rasa takut bahwa kehilangan akan terulang lagi.
Secara otomatis anda mungkin akan bermain aman, tidak berharap untuk termakan takdir. Perasaan kehilangan ini terutama dapat parah bila syok terjadi pada masa-masa awal dalam kehidupan. Traumanya tidak harus banyak; bahkan satu insiden traumatis saja sudah dapat menyampaikan dampak yang negatif.
Terlalu Cepat Teralu Banyak—Kisah Catherine
Catherine, yang saat ini berusia 38 tahun, mempunyai masa kecil yang indah hingga saat ia menginjak usia 14 tahun. Sama menyerupai semua orang, Catherine merasa terguncang saat mengetahui ibunya di diagnosa menderita kanker tahap 4 dan meninggal 3 bulan kemudian.
Trauma tersebut menghantam seluruh anggota keluarga dengan kekutatan yang dahsyat. Ayah Catherine tidak dapat mengataasi kiprah ganda sebagai orang tua. Secara emosional kondisinya memburuk, melarikan diri ke alkohol untuk menghilangkan kesedihannya.
Karena ayahnya tidak dapat untuk berfungsi sebagai pencari nafkah dan orang tua, Catherine menemukan dirinya berada di posisi sebagai kepala keluarga. Dia bukan cuma harus memasak dan mengurus rumah, tapi juga mengurus adiknya, Alicia, yang saat itu gres berusia 12 tahun.
Catherine mengatasi situasi tersebut dengan cara membuatkan hypercompetent dan menjadi kaku wacana banyak sekali tanggung jawabnya di rumah.
Sekarang, sesudah lebih dari 20 tahun kemudian, Catherine hidup dalam suatu kondisi sangat cemas yang mewujudkan dirinya terutama sebagai kebutuhan untuk mengontrol. Bahkan sedikit ketidak pastian saja dapat mengakibatkan ia merasa cemas bahwa semuanya akan menjadi “buruk.”
Sayangnya, kekakuan dan pesimisme Catherine sering berkontribusi secara tepat pada banyak sekali insiden jelek yang ia takuti.
Dia mengasingkan teman-teman dan kerabatnya, membuatkan suatu reputasi sebagai seorang yang suka mengontrol diantara rekan-rekan bisnisnya, dan membahayakan rumah tangganya dengan selalu bersikeras bahwa semuanya harus dilakukan sesuai dengan keinginannya.
Seperti yang di indikasikan dongeng Catherine, kejadian-kejadian traumatis dapat sangat mengubah masa kanak-kanak yang indah menjadi masa-masa remaja yang penuh beban dan kekhawatiran.
Anak-anak yang terlalu awal memikul suatu kiprah orang remaja seringkali melaksanakan tugas-tugasnya dengan cukup baik dari perspektif luar; tapi di dalam, anak tersebut seringkali dipenuhi dengan kekacauan batin.
Anak tersebut mungkin menjadi cemas dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah saya melaksanakan kiprah yang cukup bagus?” Anak tersebut mungkin merasa marah, bertanya-tanya, “Kenapa saya harus melaksanakan ini?” atau “Kenapa bukan Ayah (atau Ibu)?”
Anak tersebut mungkin berasa sendiri dan kesepian, merasa bahwa ia harus mengurus keluarganya, meski tidak ada orang yang mengurus dirinya. Akhirnya, si anak mungkin merasa marah: “Kenapa Ibu harus meninggal?”
Trauma dapat terjadi dalam banyak sekali tingkat keparahan. Sebagian insiden jelas-jelas merusak, menyerupai apa yang dialami Catherine. Kejadian lain, contohnya selesai hidup yang tenang dari nenek atau kakek, mungkin menyerang seseorang sebagai insiden traumatis tapi anggota dari keluarga yang sama relatif tidak terpengaruh.
Kejadian yang tidak jelek berdasarkan standard orang remaja mungkin merusak keseimbangan seorang anak, membuatnya shock, atau membuatnya galau mengenai cara mengatasinya. Salah satu insiden menyerupai itu mungkin ialah sahabat erat yang tiba-tiba pindah rumah.
Apakah semakin banyak syok di dalam hidup anda berarti bahwa gaya hidup anda akan jadi penuh dengan ketakutan?
Belum tentu. Sebagian orang yang pernah banyak mengalami syok dapat untuk tetap tegar dan terbuka terhadap banyak sekali tantangan dan petualangan dalam hidup meski menghadapi kehilangan yang tragis.
Tapi, truma tentu tetap dapat menjadi suatu faktor utama dari gaya hidup yang penuh rasa takut.
2. Trauma Tak Kentara: Tidak ada Kata-kata untuk Apa yang Terjadi
Orang lain membuatkan rasa takut sebagai hasil dari syok rahasia, tersembunyi, yang tidak dapat diungkapkan oleh belum dewasa pada siapapun—trauma yang membuat mereka harus menghadapi situasi mereka sendirian.
Salah satu situasi yang paling memicu rasa takut pada belum dewasa ialah tidak memahami apa yang terjadi dan tidak ada kawasan untuk meminta penjelasan, petunjuk, atau perlindungan.
Anak-anak hanya memliki sedikit pemahaman mengenai makna dari banyak sekali situasi, sehingga secara natural mereka akan mencari orang lain untuk meminta petunjuk yang dapat membantu mereka dalam memahami dunianya.
Tapi gosip yang mereka sanggup dari orang lain itu mungkin membingungkan, tidak benar, atau bahkan benar-benar menyesatkan,
Apa yang Terjadi?—Kisah Joey
Bagi dunia luar, Joey mempunyai seorang ibu yang luar biasa, penuh kasih sayang dan perhatian. Tapi Joey merasa bahwa hubungannya dengan ibunya itu membingungkan dan mengerikan. Selama bertahun-tahun, ibunya akan memperilakukannya secara berbeda bila berada di kawasan publik dengan bila berada ditempat tertutup.
Ibunya akan bersikap manis, hangat, dan lembut saat ada orang lain di sekitar, tapi akan bertindak tidak pantas, menarik hati dan mengontrol saat sendirian dengannya. Joey sering mendengar dari keluarga teman-temannya bahwa ibunya itu luar biasa, tapi pengalaman yang dialami bersama ibunya membuatnya ketakutan.
Dari hari ke hari, Joey tidak pernah tahu akan berubah menyerupai apa mood ibunya hari itu. Ibunya membuat Joey sangat ketakutan, tapi Joey tidak tahu kenapa. Di saat yang sama, Joey membutuhkan ibunya dan menginginkan kasih sayangnya.
Tapi sikap ibunya tidak dapat diprediksi. Hanya bertahun-tahun kemudian, saat Joey sudah dewasa, ia menyadari bahwa ibunya menderita gangguan bipolar dan juga seorang alkoholik. Realisasi tersebut menjelaskan banyak hal, tapi Joey tidak punya cara untuk memahaminya saat ia masih kecil.
Biasanya, belum dewasa tidak tahu cara untuk menjelaskan apa yang salah dalam suatu situasi, dan mereka seringkali merasa berada pada belas kasihan dari orang-orang yang berkuasa dalam hidup mereka.
Akibatnya, mereka melaksanakan apa yang perlu mereka lakukan semoga dapat bertahan di dalam keluarga di mana mereka berasal, menjadi pendiam atau sedih, suka berbicara dengan keras atau mengintimidasi, tunduk atau memberontak.
Sebagai orang dewasa, banyak orang yang terus menjalani kehidupannya dengan sikap yang sama, meski saat mereka sudah tidak lagi hidup dalam kondisi yang sama. Gaya hidup mereka yang penuh ketakutan telah menjadi begitu familiar bagi mereka sehingga mereka meneruskannya, bahkan saat itu tidak lagi menyampaikan manfaat.
3. Temperamen dan Genetik
Faktor utama lain yang berkontribusi terhadap gaya hidup yang penuh ketakutan ialah temperamen dan genetik. Temperamen ialah salah satu yang paling berpengaruh dari banyak faktor yang memilih kepribadian.
Bahkan saat gres lahir, bayi tidak lah benar-benar “kosong” menyerupai yang dianggap oleh sebagian orang. Sebagian bayi itu punya sifat tenang, sebagian lain sangat gelisah; sebagian gampang kembali tenang saat merasa tidak nyaman, sementara sebagian lain sulit untuk merasa tenang; sebagian lain selalu ingin digendong, sementara sebagian lain menjauhi kontak manusia.
4. Orang Tua yang Ekstrem—Terlalu-dan Kurang Melindungi
Belum ada studi yang memperlihatkan bahwa salah satu dari gaya parental tertentu itu lebih baik. Tapi, gaya dan taktik parental yang ekstrem memang mengakibatkan masalah.
Sebagian orang renta itu terlalu melindungi, dan tidak mau menyampaikan kebebasan pada anak-anaknya. Sebagian orang renta yang lain begitu jauh sehingga membiarkan anak-anaknya untuk menjadi rentan terhadap ancaman fisik atau emosional.
Kedua gaya parental ini dapat membuat hasil-hasil yang serupa.
Terlalu Melindungi
Secara intuisi belum dewasa tahu bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan apa yang mereka inginkan dari kehidupan bila tidak mau mengambil resiko. Faktanya adalah, manfaat dari resiko itu dapat sangat banyak.
Saat orang renta berusaha keras untuk membuat suatu kehidupan yang bebas resiko bagi anak-anaknya, maka niat baik tersebut pada kesannya akan berdampak negatif.
Pengalaman sesekali dari gaya parental yang terlalu melindungi tidak akan membuat suatu gaya hidup yang penuh ketakutan.
Tapi, pengalaman yang berulang-ulang dapat menyampaikan suatu pesan tidak tepat bahwa banyak atau sebagian besar situasi itu berbahaya, dan bahwa sang anak tidak dapat untuk menghadapinya sendirian dan harus selalu bergantung pada campur tangan dan proteksi dari orang renta semoga kondusif di dalam dunia.
Berikut ini beberapa imbas samping negatif dari sikap kumulatif para orang renta yang terlalu melindungi:
- Menciptakan suatu pemahaman yang keliru mengenai keamanan. Anak-anak yang berada dalam situasi ini cenderung berasumsi bahwa orang tuanya akan selalu bersamanya, dan mereka membuatkan suatu rasa berlebihan mengenai kekuasaan orang tuanya.
Akibatnya ialah sang anak seringkali menjadi shock dan cemas saat mengalami suatu pengalaman yang menyulitkan, menyusahkan dan menyakitkan.
- Menghilangkan kesempatan belum dewasa untuk mengalami pengalaman-pengalaman berhadapan dengan kesalahan dan kekeliran evaluasi mereka, yang bahwasanya perlu. Jika orang renta masuk untuk melindungi anak tersebut dari semua kesulitan dan kesalahan, maka anak tersebut tidak akan berguru mengenai dampak dari aksi-aksinya.
Anak tersebut akan berasumsi bahwa ayah dan ibu akan selalu melindungi, apapun yang ia lakukan. Suatu lingkungan yang bebas dari kegagalan atau putus asa itu lebih banyak mengakibatkan duduk masalah dari pada menyelesaikannya.
- Mengurangi kesempatan anak untuk menaksir resiko, mengatasi situasi yang menantang, berguru skill-skill pemecahan masalah, dan membuatkan keyakinan diri.
Anak-anak yang masih sangat kecil akan menerima manfaat dari pesan-pesan untuk menjauhi bahaya. Anak yang berusia 5 atau 6 tahun kebawah belum dapat menaksir resiko, dan belum dapat berpikir abstrak.
Tapi semenjak usia 7 atau 8 tahun, belum dewasa perlu pengalaman menaksir resiko. Mereka perlu melihat banyak sekali tingkat ancaman dan berguru untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih halus mengenai respon-respon mereka.
Banyak orang renta yang menghalangi proses ini dengan cara menyampaikan pernyataan-pernyataan semua atau tidak sama sekali (ini aman, itu bahaya) mengenai dunia.
- Menghalangi belum dewasa untuk melihat contoh-contoh realistis. Jika orang renta mau jujur menaksir kehidupannya sendiri, maka mereka umumnya akan mengakui bahwa mereka telah banyak berguru alasannya ialah mereka mengambil resiko, meski bila hasilnya tidak sesuai harapan.
Mereka mendapatkan pengetahuan, bahkan kebijaksanaan, wacana menghitung biaya-biaya dan manfaat. Mereka telah berguru untuk mencari gosip lebih banyak sebelum mengambil suatu resiko yang besar.
Mereka telah membuatkan suatu kemampuan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akan kegairahan dengan kebutuhan akan keamanan. Namun orang-orang yang sama ini seringkali membatasi perjuangan anak-anaknya sendiri untuk menjalani proses dan mendapatkan budi yang sama.
Saat sikap terlalu melindungi mengarah pada rasa takut, itu bukan alasannya ialah orang renta yang sembrono atau tidak perhatian. Sebaliknya, proses ini terjadi alasannya ialah orang renta yang terlalu perhatian atau terlalu cemas.
Sebagian orang renta mengklaim bahwa saat anak-anaknya beranjak dewasa, tidak ada yang namanya terlalu berhati-hati. Ironisnya, dengan menjadi terlalu berhati-hati dapat jadi membawa resikonya sendiri, membantu memperkuat ketidak mampuan sang anak untuk mengatasi masalah.
Kurang Melindungi
Kebalikan dari ini ialah gaya parental yang kurang melindungi. Terlalu sedikit itu sama menyerupai terlalu banyak perlindungan, dapat mengakibatkan suatu suasana ketakutan.
Coba perhatikan dongeng Catherine. Setelah ibunya meninggal dan ayahnya menjadi alkoholik, Catherine dan adiknya harus menafkahi dirinya sendiri. Catherine, terutama, menanggung suatu beban tanggung jawab yang terlalu berat untuk seorang anak yang gres berusia 14 tahun.
Banyak belum dewasa yang memegang peranan pseudoparental menyerupai itu mengalami efek-efek samping yang serupa saat mereka berjuang menghadapi tugas-tugas yang jauh diatas kemampuan mereka.
Bahkan saat mereka dapat mengatasinya dengan sangat baik, namun dengan mengasumsikan peran-peran orang remaja saat masih kanak-kanak, akan selalu membawa imbas samping negatif terhadap psikologinya.
- Gaya parental yang kurang melindungi membuat suatu pemahaman dasar wacana kecurigaan mengenai dunia. Anak-anak yang tidak dirawat dengan baik (entah secara fisik atau emosional) jarang merasa kondusif atau tenang berada dalam lingkungan mereka.
- Gaya parental yang kurang melindungi membuat situasi-situasi yang berbahaya, sedangkan belum dewasa yang belum tahu cara mengatasi semua duduk masalah dan resiko dalam hidup. Situasi ini menempatkan belum dewasa pada resiko, dirumah maupun ditempat lain.
Saat mereka harus menghadapinya sendiri dan tidak ada kawasan untuk berlindung, belum dewasa seringkali terlibat dalam duduk masalah dengan aktivitas-aktivitas yang bersiko tinggi.
- Gaya parental yang kurang melindungi seringkali memperingatkan belum dewasa untuk khawatir bahwa mereka tidak melaksanakan suatu pekerjaan yang cukup bagus. Mereka membuatkan apa yang disebut “impostor syndrome,” merasa bahwa meski dalam realitas mereka dapat mengatasi dengan baik, tapi seseorang akan menemukan betapa sedikit yang bahwasanya mereka tahu atau betapa tidak tenang yang bahwasanya mereka rasakan.
- Gaya parental yang kurang melindungi membuat belum dewasa tidak mempunyai contoh-contoh yang cukup. Situasi ini bukan hanya membuat belum dewasa menjadi subjek dari harapan-harapan dan kiprah yang tidak beralasan, tapi juga membuat mereka harus menanggung tanggung jawab dan duduk masalah tanpa bimbingan.
Karena begitu banyak resiko yang harus di hadapi oleh belum dewasa yang dibesarkan dengan gaya parental yang kurang melindungi, maka mungkin akan mengakibatkan rasa takut yang berkepanjangan terhadap apa yang diaggap oleh orang lain sebagai kejadian-kejadian biasa dalam kehidupan.
Karena kurang menerima proteksi dari orang tua, mereka mungkin tumbuh menjadi orang remaja yang terus menerus menunggu dalam rasa takut terhadap krisis, rintangan, atau peristiwa berikutnya.
Alternatifnya, mereka memiliih mengekspresikan rasa takutnya dengan menjadi macho, tampak berani diluar untuk menutupi rasa takut di dalam (misalnya orang-orang yang mencari aktivitas-aktivitas berbahaya atau terlibat dalam relasi seksual beresiko tinggi).
Dimana yang Pertengahan?
Lalu, bagaimana orang renta dapat merespon terhadap anak-anaknya dalam cara yang tidak berlebihan juga tidak kekurangan?
Penelitian psikolog sosial Stanley Schacter mengindikasikan bahwa saat orang-orang berada dalam suatu situasi membingungkan atau berpotensi mengancam, mereka mengamati atau berkomunikasi satu sama lain untuk memilih emosi-emosi apa yang seharusnya mereka rasakan.
Selain itu, mereka mencari tahu mengenai kondisi-kondisi emosional orang lain untuk membantu mereka menafsirkan kondisi emosional mereka sendiri.
Hasil penelitian Schacter itu relevan dengan diskusi kita alasannya ialah membantu kita memahami bagaimana belum dewasa mempelajari cara-cara merespon terhadap situasi menakutkan. Jika reaksi orang renta anda ekstrem, maka respon mereka niscaya memupuk ke khawatiran di dalam diri anda.
Berikut ini sebuah skenario yang memperlihatkan bagaimana tidak respon parental yang berbeda dapat mensugesti pandangan emosional dari anak-anak. Bayangkan suatu kecelakaan rutin selama masa kanak-kanak.
Seorang balita, dengan kaki yang masih belum mantap, merasa ingin tau untuk menjelajahi dunianya. Karena merasa tertarik oleh suatu mainan baru, ia berlari, kehilangan keseimbangan, dan membenturkan kepalanya ke lantai. Kaget, ia menatap ibunya untuk memilih apa yang telah terjadi.
Dalam skenario 1, sang ibu sangat ketakutan. Dia panik, berteriak secara histeris, “Ya Ampun!” Sang anak meraung menangis, merasa yakin bahwa sesuatu yang sangat jelek telah terjadi.
Jika ini sering terjadi selama bertahun-tahun, maka skenario ini menempatkan si anak untuk membuatkan gaya hidup yang penuh ketakutan dan menjadi penakut, selalu was-was, bergantung, kaku atau kompulsif. Saat orang renta terlalu reaktif, itu cenderung memperkuat rasa takut alami seorang anak.
Skenario 2 memperlihatkan reaksi yang berlawanan. Saat belum dewasa jatuh, ibunya tidak ada atau ada secara fisik tapi tidak responsif secara emosional.
Sangat anak, kaget, mencicipi ketidak pedulian atau perhatian dari orang tuanya, yang memperkuat kecemasannya. Atau, beralih ke ibunya untuk mencari kenyamanan yang malah diberi omelan: “Jangan cengeng ah.” Kedua reaksi tersebut membuat si anak tidak mendapatkan apa yang akan menghilangkan rasa takutnya.
Secara kontras, skenario 3 memperlihatkan seorang ibu yang tenang tapi tidak cemas. Dia menyidik si anak, menenangkannya, menciumnya, dan menyampaikan padanya bahwa semuanya baik-baik saja. Rasa takut si anak menghilang. Dia meneruskan penjelajahannya.
Melalui respon menyerupai ini, keluarga membuat suatu kawasan yang mendorong belum dewasa semoga tumbuh, mengambil resiko, dan berguru kapan waktunya untuk merasa takut dan kapan waktunya untuk tidak takut. Keluarga yang kondusif mendapatkan kesalahan dan menghormati penentuan nasib sendiri.
Gaya parenting yang terbaik mendorong keyakinan diri sang anak dan menghormati perasaannya sambil mengajarkannya wacana cara merespon terhadap bahaya-bahaya dari kehidupan. Kisah yang menakut-nakuti juga menundukkan emosional ialah pondasi yang jelek untuk membangun keyakinan diri.
5. Harapan-harapan Parental
Pengaruh signifikan lain yang memupuk suatu gaya hidup penuh ketakutan ialah harapan-harapan tidak realistis, entah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Katakanlah bahwa orang renta anda berharap anda untuk menjadi sempurna, tidak mentolerir kesalahan penilaian, tidak melaksanakan kesalahan, kebodohan, kecerobohan, atau malas.
Anda, sebagai seorang anak normal, sudah niscaya berantakan, salah mengartikan situasi, salah memahami permintaan, atau saat itu sekedar sedang merasa malas atau tidak termotivasi.
Tapi keinginan yang tinggi dari orang renta anda mungkin membuat anda merasa bersalah mengenai sikap anda, meski sikap anda untuk masih masuk akal berdasarkan usia anda. Situasi ini dapat mengakibatkan suatu kondisi pikiran yang cemas, alasannya ialah anda mungkin sangat khawatir wacana “mengecewakan orang renta anda” bahkan saat anda lumayan mereka.
6. Atmosfir Keluarga
Anak-anak itu umumnya lebih sensitif dan intuitif dibanding orang renta pada umumnya. Antena emosional mereka itu sangat sensitif terhadap mood di dalam suatu keluarga. Mereka dapat menangkap sinyal-sinyal rasa takut dengan mudah, bahkan saat mereka tidak tahu sumbernya atau tidak memahami apa yang terjadi.
Anak-anak itu pengamat insiden yang sangat baik tapi penerjemah yang buruk. Mereka akan mengetahui terjadinya perubahan-perubahan, contohnya “Ayah semakin jarang berada di rumah,” atau “Ibu sering marah.”
Untuk alasan ini, orang renta perlu membantu anak-anaknya untuk menerjemahkan kejadian-kejadian dalam suatu cara yang sesuai usia.
7. Respon Parental Terhadap Kejadian Dunia
Selain syok keluarga, insiden dan krisis di dunia luar dapat mensugesti respon emosional seorang anak. Dengan jangkauan media gambar saat ini, kejadian-kejadian nasional dan internasional, juga dapat menanamkan rasa takut pada anak-anak, bahkan saat malapetaka tersebut terjadi di kawasan yang sangat jauh.
Reaksi belum dewasa terhadap kejadian-kejadian tersebut akan berbeda, tergantung dari sensitivitas dari anak itu sendiri dan respon orang tuanya.
Jika orang renta membiarkan suatu proses konstan dari gambar-gambar tragis dan mengerikan untuk masuk ke dalam rumah keluarga, maka belum dewasa akan kesulitan untuk berhadapan dengan begitu banyak rangsangan yang menakutkan.
Hubungan Saat ini: Membantu atau Membahayakan?
Pengalaman-pengalaman awal memang mempunyai suatu imbas yang sangat besar terhadap pengembangan emosional dan respon kita pada dunia luar.
Namun, pengalaman masa kecil bukanlah satu-satunya. Karena anda ialah suatu pekerjaan dalam proses, kejadian-kejadian nanti dalam hidup juga dapat mempunyai dampak yang besar.
Hubungan cinta terutama dapat sangat vital dalam menyangkut hal ini, entah menyampaikan hasil positif atau negatif. Sebagian relasi memperlihatkan keinginan dan janji, sehingga meningkatkan ketegangan dan kecemasan sambil menyediakan proteksi dan bantuan.
Pikirkan mengenai suatu relasi dewasa—mungkin dengan seorang teman, kerabat, pasangan, andal terapi, atau seorang kekasih—yang membuat anda merasa bahagia mengenai diri sendiri. Jika iya, apakah itu:
- Menambah keyakinan diri?
- Membuat anda merasa lebih bergairah?
- Meningkatkan kemampuan anda untuk menghadapi tantangan tertentu?
- Mendorong anda untuk mengemukakan pendapat?
- Memperingatkan anda untuk mengambil aksi?
- Membantu anda membuatkan wawasan dan keberanian?
- Menginspirasi suatu pemahaman yang lebih besar mengenai keamanan?
- Membantu anda menghargai siapa diri anda dan apa yang anda miliki untuk ditawarkan?
- Mengurangi ketakuan anda baik dalam intensitas maupun frekuensinya?
Sebaliknya, sebagian relasi mengkhianati keinginan dan janji, karenanya meningkatkan rasa tanggung berkepanjangan sebagai akhir dari kritikan, intimidasi, kebingungan, dan ketidak jelasan. Apakah anda mengalami relasi menyerupai ini? Jika iya, apakah anda merasa bahwa itu:
- Menghilangkan keyakinan diri?
- Menghilangkan semangat anda untuk mengemukakan pendapat?
- Memperingatkan anda semoga tidak mengambil aksi?
- Menjaga anda semoga tetap berada dalam keadaan bermusuhan, kekurangan, atau penyiksaan?
- Memperkuat rasa takut, ketidak pastian, dan keraguan?
- Meningkatkan suatu rasa akan ketergantungan dan kebutuhan?
- Mempertahankan luka-luka usang semoga tidak sembuh?
- Membiarkan anda merasa pesimis wacana apa yang anda miliki untuk ditawarkan?
- Meningkatkan ketakutan anda wacana masa kini dan masa depan?
Nah, kini anda sudah memahami bagaimana suatu gaya hidup penuh ketakutan berkembang, kini waktunya untuk mempelajari skill-skill gres yang akan membantu anda menghancurkan pola-pola lama.
Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Kamu Harus Beli Xiaomi
No comments:
Post a Comment