Jika seseorang dapat memperlihatkan anda sebuah pill asing yang akan menghilangkan semua ketakutan anda, bagaimana anda akan menjalani hidup anda secara berbeda?
Jika anda tidak terlalu risau ihwal berhati-hati dan menghindari resiko, apa yang ingin anda lakukan? Siapa saja yang ingin anda temui? Kemana anda ingin bepergian? Apa yang akan anda katakan pada seseorang? Akan berubah menyerupai apa diri anda? Ingin menjadi menyerupai siapa anda?
Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut akan mengungkapkan apa saja kerugian yang telah disebabkan oleh sebuah gaya hidup yang penuh dengan ketakutan. Dan jawaban-jawaban tersebut menyiratkan bagaimana kehidupan anda akan berbeda jikalau anda dapat lebih damai dan yakin, bukannya khawatir dan was-was.
Saya yakin anda tahu bahwa rasa takut itu yakni suatu duduk masalah bagi anda (atau seseorang yang anda cintai). Sebab jikalau tidak, maka anda tidak akan membaca goresan pena ini. Tapi anda mungkin tidak menyadari bagaimana rasa takut itu telah membatasi kemampuan anda untuk menikmati hidup, bekerja secara kreatif, dan bebas mencintai.
Berikut ini beberapa duduk masalah yang sering ditimbulkan dari suatu gaya hidup yang dipenuhi dengan rasa takut:
1. Membatasi pemikiran. Rasa takut itu dapat membatasi kemauan anda, bahkan untuk sekedar mempertimbangkan banyak sekali kemungkinan yang lebih luas dari sekedar pilihan-pilihan sempit yang dibentuk menurut prasangka awal.
- Anda mungkin terjebak ke dalam sebuah pola yang merefleksikan penolakan.
- Anda mungkin menghabiskan terlalu banyak energi untuk mencari-cari kesalahan dari semua hal, dari pada untuk mempertimbangkan kebaikan atau mencari arah agresi yang lebih baik dari suatu situasi.
- Anda mungkin melemahkan diri sendiri dengan cara mengkhawatirkan semua kemungkinan negatif, halangan, rintangan, jebakan, duduk masalah atau bencana yang mungkin akan terjadi jikalau anda mencoba sesuatu yang baru.
- Anda mungkin merespon saran dan penawaran dari orang-orang dengan cara membiarkan rasa takut yang berbicara: “Itu tidak masuk akal?” atau “Itu tidak mungkin?”
2. Membatasi pilihan. Rasa takut dapat sangat mengurangi variasi dari banyak sekali pilihan sepanjang hidup, contohnya orang-orang yang dapat anda temui, karir yang dapat anda kejar, perjalanan yang dapat anda lakukan, kesenangan yang dapat anda dapatkan, dan semua itu akan sangat mengurangi pilihan yang anda miliki.
- Bukannya mencoba menjelajahinya, anda mungkin jadi merasa takut terhadap dunia.
- Anda mungkin lebih memandang hidup sebagai sebuah beban, bukannya suatu petualangan.
- Anda mungkin menyampaikan pada diri sendiri, “Ada begitu banyak ancaman diluar sana” bukannya, “Ada begitu banyak hal luar biasa yang dapat dilakukan.”
- Anda mungkin membayangkan bahwa anda tidak punya pilihan lain kecuali hidup di dalam zona nyaman anda yang sangat sempit, kemudian mengeluh, “Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, lantaran saya tidak punya banyak pilihan.”
3. Membatasi aktivitas. Rasa takut itu dapat memperingatkan anda untuk memperkecil jangkauan aksi-aksi kreatif yang ingin anda ambil.
- Anda mungkin menghindari peluang-peluang profesional, sosial atau finansial, meski itu memperlihatkan begitu banyak manfaatnya.
- Anda mungkin jadi terbiasa untuk menolak banyak sekali undangan atau menolak untuk “mengejarnya” dari pada mengevaluasi banyak sekali kemungkinan dengan pikiran terbuka.
- Anda mungkin “bersembunyi dalam rasa takut” dan menolak kemungkinan banyak sekali acara lantaran “aku merasa tidak nyaman dengan itu” atau lantaran “aku tidak dapat melaksanakan itu.”
4. Mengurangi kecerian, kesenangan, dan kenikmatan dalam hidup. Sulit untuk dapat menikmati diri sendiri jikalau begitu banyak energi yang anda hasbiskan untuk merasa takut.
- Secara fisik, anda mungkin merasa sangat kelelahan dan merasa hampa secara emosional.
- Anda mungkin merasa bahwa tugas-tugas yang memerlukan kreativitas itu sulit, bahkan mustahil untuk dapat dikerjakan.
- Anda mungkin memandang persahabatan dan cinta itu lebih sebagai sumber dari sesuatu yang melelahkan, bukannya sesuatu yang menyenangkan dan membahagiakan.
- Anda mungkin merespon setiap pengalaman gres dengan keluhan dan kecemasan (“Ini terlalu menakutkan! Aku tidak biasa melaksanakan ini! Aku tidak dapat mengatasi begitu banyak ketidak-pastian!”) dan bukannya dengan antusias dan kegembiraan (“Wow! Ini menyenangkan! Aku sangat menyukainya! Aku senang lantaran sudah mencobanya! Sungguh suatu pengalaman yang luar biasa!”).
Saat rasa takut membatasi, menghalangi, merintangi, dan mengurangi kebebasan dan kegembiraan dari kehidupan anda, maka yang akan tersisa hanyalah situasi sehari-hari yang rutin, menjemukan dan membosankan, juga momen-momen menakutkan, krisis, serta bencana yang tidak dapat kita hindari. Padahal kehidupan tidak harus menyerupai itu.
Butuh bertahun-tahun bagi Ilana untuk memahami bahwa resiko itu yakni suatu kepingan penting dari kehidupan yang tidak selalu dapat di hindari.
Dia hasilnya menyadari, bahwa ia terlalu banyak menghabiskan waktu untuk fokus pada banyak sekali ancaman dan resiko sehingga menghilangkan semua aspek luar biasa dan menyenangkan dari kehidupannya. Kehidupannya tidak lebih dari sekedar “kesialan demi kesialan.”
Karena telah membuang keceriaan dan kesenangan dari kehidupannya, ia menjadi sempoyongan di bawah tekanan “Aku harus menanggung beban ini.”
Utamakan Selamat — Kisah Jake
Butuh bertahun-tahun bagi Jake untuk memahami bahwa “utamakan selamat” itu bukanlah cara terbaik untuk menjalani hidup. Saat ini, di usianya yang menginjak lima puluhan, Jake telah melewati masa perpanjangan dari rasa takut yang telah menghantuinya semenjak simpulan masa cukup umur hingga awal dua puluhan.
Meski berbakat dan sangat terlatih sebagai seorang gitaris klasik, tapi Jake merasa takut untuk mengejar karir musiknya, dan merasa ragu untuk menjelajahi peluang lain yang tersedia baginya.
Karena merasa takut akan kegagalan dan penolakan, ia menarik diri dari apa yang telah ditawarkan oleh kehidupan, baik itu dibidang personal maupun profesional.
Dia menemukan pekerjaan sebagai ajun perawat di sebuah rumah sakit begitu menginjak usia 22 tahun.
Jake beralasan bahwa pekerjaan ini akan berfungsi untuk mendukung “hobby musik” nya, sebagaimana ia menyebutnya, sama menyerupai pemusik, penulis dan pemain film lain yang seringkali harus bekerja di restoran atau toko retail untuk mencukupi dirinya.
Teman dan kerabatnya seringkali bertanya kenapa ia lebih menentukan pekerjaan yang begitu berbeda dari aspirasi artistiknya. Dia menjawab bahwa ia senang bekerja dengan para pasien, dan pekerjaan di rumah sakit membuatnya dapat memenuhi kebutuhannya.
Meski ia tidak mau mengakuinya, tapi Jake tahu bahwa dengan bekerja sebagai ajun perawat itu juga membuatnya dapat menghindar dari keharusan untuk mengambil keputusan yang berat mengenai karir musiknya.
Karena merasa takut bahwa ia tidak akan dapat untuk sukses sebagai gitaris klasik, ia lebih menentukan untuk memendam impiannya dan membiarkan banyak sekali peluang untuk pergi menjauh.
Perasaan aib yang dimiliki Jake juga telah menghalangi kemampuannya untuk menjalin dan mempertahankan hubungan romantis. Meski sering bertemu dengan wanita-wanita muda yang elok dan menarik, tapi ia sangat jarang berkencan.
Karena lebih termotivasi oleh rasa takut ketimbang hasrat, ia menjauhkan diri dari mengambil resiko. Dia tidak percaya bahwa ada perempuan yang benar-benar menyukainya meski mereka memperlihatkan ketertarikan.
Ironisnya, saat Jake benar-benar jatuh cinta beberapa tahun kemudian, ia menentukan pasangan seorang perempuan pengkritik yang berlawanan secara emosional, yang menguatkan opini negatifnya mengenai dirinya dan kecurigaannya bahwa romantisme itu yakni resiko yang tidak dapat diterima. (Orang yang mempunyai kebutuhan neurotic itu punya kemampuan asing untuk saling menarik satu sama lain — bahkan dari daerah yang saling saling berjauhan.)
Bertahun-tahun kemudian, Jake menyadari bahwa ia telah ditenggelamkan oleh ketakutannya akan perubahan — dan rasa takutnya terhadap potensinya sendiri. Andai saja ia dulu tahu mengenai apa yang gres saat ini diketahuinya.
Tapi, menyerupai kata filsuf Denmark Søren Kierkegaard, hidup itu harus dijalani kedepan, tapi kita hanya dapat memahaminya dengan cara melihat kebelakang.
Bagaimana Dengan Rasa Takut Anda?
Kisah Jake hanyalah salah satu rujukan mengenai bagaimana gaya hidup yang penuh ketakutan dapat membatasi seseorang yang bekerjsama cemerlang, energik dan terampil.
Jika rasa takut anda tidak terkendali, kemungkinan bahwa anda merasa hidup itu penuh ancaman dan menyeramkan — sebagai suatu kejadian menyeramkan demi kejadian menyeramkan lainnya.
Meski situasi anda mungkin tidaklah sedramatis itu, tapi keprihatinan dan kegelisahan anda dapat tetap merusak kualitas dan hakekat dari kehidupan anda.
Hidup dalam ketakutan itu tidak harus berarti bahwa anda menjadi sangat takut atau tidak dapat berfungsi normal; dan memang, sindrom dari sikap dan sikap takut itu bisanya lebih halus.
Ada banyak variasi dan cara yang dipakai orang untuk mengekspresikan rasa takut. Berikut ini beberapa yang paling umum:
- Dengan mengisolasi diri
- Dengan menjadi terlalu tunduk pada orang lain
- Dengan menjadi terlalu waspada
- Dengan mematikan perasaan
- Dengan menghindari keakraban
- Dengan menghindari penolakan atau ketidak-setujuan
- Dengan menjadi terlalu mengontrol
- Dengan menolak untuk merespon pada semua situasi yang dihadapi
- Dengan menyebarkan apa yang oleh para psikolog disebut deretan reaksi — berperilaku yang berlawanan arah dari apa yang anda rasakan, contohnya bertindak macho atau menghinakan diri atau tidak hirau terhadap rasa takut anda sendiri.
Rasa takut juga mungkin bersembunyi dalam suatu kebutuhan yang sangat berpengaruh akan keamanan, atau rasa takut anda mungkin bersembunyi dalam bentuk keraguan, ketidak tegasan, ketidak pastian, kecemasan, atau kekakuan.
Atau, anda mungkin merasa sedikit takut dalam bidang fisik (“Tidak ada yang dapat saya lakukan”) tapi merasa sangat takut dibidang emosional (“Aku merasa takut kesepian” atau “Aku merasa sangat takut mengenai apa yang dipikirkan orang lain mengenai diri ku”).
Berbagai dampak dari suatu gaya hidup yang penuh ketakutan ini biasanya di ekspresikan dalam banyak sekali variasi kombinasi, dan efek-efek kumulatifnya pada setiap orang dapat berbeda-beda, mulai dari merasa agak kurang nyaman hingga paralysis atau panik.
Suatu Cara Hidup, Bukan Suatu Diagnosa
Sebelum kita melanjutkan, Saya ingin membedakan antara rasa takut yang berlebihan dan tidak perlu sebagai suatu diagnosa medis, dengan rasa takut sebagai suatu pendekatan menurut pengalaman terhadap kehidupan.
Banyak dari kita yang cenderung untuk menganggap rasa takut itu sebagai suatu penyakit mental — contohnya phobia, reaksi panik, reaksi kecemasan, dan posttraumatic stress disorder (PTSD).
Meski semua itu memang yakni suatu gangguan, tapi disini saya memandang rasa takut dari sisi non-medis — bukan sebagai hasil diagnosa atau suatu penyakit, melainkan sebagai suatu pola dari pengalaman yang telah kita pelajari dan yang dapat kita lupakan (tidak pelajari lagi).
Tulisan ini memfokuskan pada diri seseorang secara utuh, bukannya sekedar setumpuk tanda-tanda kecemasan. Tulisan ini menekankan bagaimana cara mencapai kehidupan yang memperkaya, bukan menekankan pada kehidupan yang menyusahkan.
Orientasinya sama menyerupai perbedaan antara mengatasi duduk masalah berat tubuh dengan cara berdiet versus menyebarkan suatu pola makan yang sehat.
Berdiet itu yakni suatu solusi jangka pendek, dengan sedikit kemungkinan untuk sukses dalam jangka panjang. Sedangkan pola makan yang sehat itu yakni pendekatan berorientasi solusi kualitas hidup jangka panjang.
Penekanan saya disini yakni menjauh dari suatu rujukan penyakit mental (Apa yang salah dengan diri anda?) dan mendekat ke arah kesejahteraan mental (Apa yang akan memperkaya hidup anda?).
Tapi jika, menyerupai yang saya isyaratkan, sebuah gaya hidup yang penuh ketakutan itu tidaklah mesti suatu penyakit mental, kenapa itu dapat tetap menjadikan begitu banyak kerusakan ke dalam hidup anda? Dan bagaimana itu dapat berkembang?
Kita akan mengamati topik tersebut secara lebih detil pada kepingan ketiga, dan untuk saat ini saya hanya akan membahasnya secara singkat.
Sebuah gaya hidup yang penuh ketakutan dapat berkembang dengan banyak sekali cara, tapi satu hal yang pasti, jikalau anda terlalu sering mengalami rasa takut, terlalu intens, atau untuk waktu yang terlalu usang — terutama saat anda masih berusia muda — maka anda akan menyebarkan suatu kondisi pikiran yang mempengaruhi bagaimana anda menjalani hidup dalam dunia ini.
Bukannya menjadi suatu cara untuk merespon terhadap situasi spesifik, rasa takut malah menjadi suatu cara hidup.
Apa yang saya gambarkan yakni analogi terhadap perbedaan antara merasa murka dalam merespon terhadap seseorang yang mengejek anda (suatu reaksi yang masuk akal terhadap situasi spesifik) dengan menjadi seseorang yang pemarah (suatu cara hidup).
Atau itu menyerupai perbedaan antara merasa duka saat kehilangan seseorang (suatu respon masuk akal terhadap situasi spesifik) dengan menjadi seseorang yang melankolis (suatu cara hidup).
Saat takut menjadi prioritas dalam hidup anda, maka gaya hidup anda itu diarahkan untuk mengakomidasi ketakutan, bukannya mengatasinya. Anda cenderung selalu waspada terhadap banyak sekali ancaman — ancaman dalam pekerjaan, ancaman di rumah, ancaman dalam hubungan anda, ancaman dalam dunia yang lebih besar.
“Mengawasi” menjadi suatu mentalitas di mana pikiran anda selalu berada dalam keadaan waspada terhadap bahaya. Anda cepat merespon dengan rasa takut bahkan terhadap situasi-situasi yang tidak mengancam.
Anda jadi berguru untuk menghindari resiko-resiko yang bekerjsama perlu, sehingga menghalangi anda dari mendapat pengalaman yang dapat jadi bermanfaat untuk anda dalam jangka panjang. Anda menyebarkan suatu kebutuhan akan keamanan tidak pernah puas. Singkatnya, rasa takut menjadi suatu mind-set atau pola pikir.
Meski anda mungkin berkhayal ihwal suatu kehidupan yang aman, tentram dan pasti, tapi dalam kehidupan nyata, kualitas-kualitas ini hanya dapat bersifat relatif. Tidak ada keamanan yang absolut. Hidup itu yakni suatu bisnis yang beresiko.
- Dengan hidup, kita beresiko untuk mati.
- Dengan mencintai, kita beresiko untuk kehilangan.
- Dengan merasa, kita beresiko untuk tersakiti.
- Dengan belajar, kita beresiko untuk merasa bodoh.
- Dengan mencoba, kita beresiko untuk gagal.
- Dengan berbicara, kita beresiko untuk merasa konyol.
- Dengan sukses, kita beresiko untuk mencapai batasan-batasan kita.
Bisakah anda mengambil langkah-langkah tertentu untuk meminimalkan banyak sekali resiko ini? Tentu.
Akankah anda dapat mengeliminasi semua resiko? Tidak akan pernah.
Karenanya, bagaimana anda dapat menjalani hidup dengan resiko-resiko ini? Bagaimana anda dapat menemukan cara untuk mengatasi rasa takut, ragu, dan ketidak pastian?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan kita jawab.
Takut itu yakni Suatu Respon Adaptive (Terkadang)
Bagaimana anda dapat tahu apakah rasa takut anda itu yakni adaptive, yang membantu anda untuk bertahan hidup, siaga, dan berhati-hati secara tepat?
Bagaimana anda tahu apakah rasa takut anda itu maladaptive, yang tidak menguntungkan dan menciptakan kehidupan, pekerjaan, dan cinta menjadi sulit bahkan tidak mungkin? (bagi sebagian orang)
Berikut ini quiz singkat yang dapat membantu anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tersebut:
Apakah Rasa Takut Anda Adaptive atau Maladaptive?
Jawab dengan salah atau benar setiap pernyataan berikut ini yang menggambarkan rasa takut anda secara umum:
- Rasa takut ku biasanya membantu ku dalam menghadapi tantangan, ancaman, dan ketidak pastian tertentu.
- Rasa takut ku yakni respon terhadap banyak sekali situasi yang mungkin atau mungkin juga tidak mengancam atau berbahaya.
- Rasa takut ku itu sesuai dengan tingkat tantangan, ancaman, atau ketidak pastian yang sedang saya hadapi.
- Rasa takut ku itu tidak sesuai dengan tingkat tantangan, ancaman, atau ketidak pastian yang sedang saya hadapi.
- Rasa takut ku itu relatif terbatas waktu; ia meningkat pada saat bahaya, kemudian berangsur menghilang.
- Rasa takut ku cenderung untuk terbuka dalam waktu juga fokus; pada waktunya itu mungkin yakni suatu kondisi pikiran yang terus menerus, generalisasi.
- Rasa takut ku berakhir dengan suatu perasaan lega saat saya sukses mengurangi atau menghilangkan sumber ketakutan.
- Rasa takut ku tetap bertahan bahkan saat sumber ketakutan menghilang atau berakhir.
- Rasa takut ku bervariasi terkantung pada tingkat ancaman.
- Rasa takut ku tidak selalu bervariasi sesuai dengan tingkat bahaya.
Untuk menilai hasil anda, jumlahkan balasan benar untuk pernyataan dengan nomor ganjil; kini jumlahkan balasan benar untuk pernyataan dengan nomor genap.
Semua pernyataan dengan nomor ganjil membuktikan reaksi yang dapat dikelompokkan sebagai rasa takut adaptive. Sedangkan semua pernyataan dengan nomor genap menggambarkan reaksi yang dapat dikelompokkan sebagai rasa takut maladaptive.
Jika anda punya lebih banyak balasan benar untuk pernyataan dari nomor ganjil dibanding genap, berarti rasa takut anda itu lebih kearah adaptive dibanding maladaptive.
Rasa takut adaptive yakni suatu emosi yang telah menyelamatkan nyawa banyak orang dalam situasi-situasi yang sulit. Rasa takut adaptive itu seringkali perlu dan tepat; itu memperingatkan kita akan ancaman yang real. Jika skore anda tinggi untuk rasa takut adaptive, selamat. Rasa takut anda telah bekerja untuk membantu anda.
Jika anda punya lebih banyak balasan benar untuk angka genap dibanding ganjil, berarti rasa takut anda itu lebih kearah maladaptive ketimbang adaptive, dan anda punya kiprah perlu dikerjakan. Rasa takut seharusnya muncul saat diperlukan tapi ia dihentikan mengontrol anda jikalau tidak bermanfaat atau melindungi.
Rasa takut adaptive itu yakni suatu nuansa emosi yang berangsur menghilang selama masa-masa aman, sedangkan rasa takut maladaptive selalu tersembunyi dipermukaan, dan akan segera muncul untuk menampakkan kehadirannya setiap kali ada ketidak nyamanan, ketidak pastian, atau perubahan.
Nah kini kita sudah tahu bagaimana rasa takut dapat merusak kehidupan anda, mari kita melihat pada banyak sekali cara orang dalam mengekspresikan ketakutannya.
Baca Juga: Build Item Hero Fasha Recommended - Mobile Legends
No comments:
Post a Comment